Sunday, January 21, 2007

Tersenyumlah

...
Dia berkata : "Langit sedih dan terlihat murung."
Kujawab : "Tersenyumlah! Biarlah langit murung."

Dia berkata : "Langit yang dahulu menaungi cintaku kini telah berubah menjadi neraka bagiku karena membiarkanku terpanggang kerinduan. Ia telah mengkhianati janjinya kepadaku sedudah kuserahkan hatiku kepadanya maka bagaimana aku dapat tersenyum?"
Kujawab : "Tersenyumlah dan bersenandunglah. Seandainya engkau tetap merindukannya niscaya engkau akan menghabiskan usiamu dalam penderitaan."

Dia berkata : "Malam-malam yang kulalui meregukkan kepahitan kepadaku."
Kujawab : "Tersenyumlah,sekalipun engkau mereguk kepahitan. Mudah-mudahan orang lain yang melihat engkau bersenandung akan membuang kesedihannya jauh-jauh dan ikut bersenandung."

"Wahai sahabat tercinta, kedua bibirmu tidak akan sumbing karena tersenyum dan wajahmu tidak akan bopeng karena berseri.
Maka tersenyumlah, karena bintang-bintang tertawa ceria sekalipun kegelapan malam bertumpang-tindih. Karena itulah kami mengagumi bintang-bintang."
...
(... dari potongan syair Ilyya Abu Madhi, dalam Laa Tahzan..)

Read More......

Suka, Duka n Kepedihan

"..
Sukamu adalah dukamu yang dilepas topengnya.
Dan dari sumber yang sama, tawamu seringkali muncul bersama airmatamu.
Dan bagaimana pula itu bisa?
Semakin dalam duka terukir dalam hatimu, semakin banyak suka yang bisa ditampungnya.
Bukankah cawan yang berisi anggurmu adalah cawan yang juga dibakar di tungku tukang tembikar?
Dan bukankah sitar yang menenangkan jiwamu adalah juga kayu yang ditatah dengan pisau?

Ketika kau bersuka, pandanglah hatimu dalam-dalam dan akan kau ketahui bahwa yang telah memberimu duka adalah juga yang memberimu suka.
Jika kau berduka, pandanglah lagi hatimu dalam-dalam, dan kau akan mengetahui bahwa sebenarnya kau menangisi apa yang sebelumnya merupakan sukamu.
..."(Kahlil Gibran, The Prophet, 1923)


"...
Kepedihanmu adalah pecahnya tempurung yang membatasi pengertianmu.
Seperti halnya biji buah harus memecah, agar intinya bisa berhadapan dengan matahari, begitu jugalah kau harus mengenal kepedihan.
Dan jika kau membiarkan hatimu terpesona oleh keajaiban sehari-hari dalam hidupmu, maka kepedihanmu akan terasa sama indahnya dengan kegembiraanmu;
Dan kau akan menerima musim-musim hatimu, seperti halnya kau selalu menerima musim-musim yang berlalu di ladang-ladangmu.
Dan dalam keheningan kau saksikan musim-musim dingin dalam kedukaanmu.
..."(Kahlil Gibran, The Prophet, 1923)

Read More......